Di sebuah bangku taman
gue duduk menunggu Pandu. Gue ditemani Pio yang gue letakkan di dalam pet carrier. Aroma
manusia sangat kentara disini. Banyak muda mudi dan kumpulan keluarga sedang
asyik nongkrong, foto-foto dan menikmati kuliner kaki lima. Pokonya rame yang
mengasyikkan. Akhirnya yang di tunggu pun datang.
“Hai Win, udah lama
nunggu? “
“Engga, belum juga
limabelas menit.”
“Perkenalkan ini Matte yang gue
ceritain ke elo” Pandu mengeluarkan kucing persia bewarna solid red dari pet carrier.
“Lucuuu banget rupanya si
Matte ini ya...” Matte memang kucing yang lucu dan bulunya lembut sama lembut
dengan Pio. Pandu gue sodorin Pio ke arahnya dan dia selalu tampak takjub saat
melihat Pio. Tiba-tiba seseorang menyapa gue dari kejauhan. Ia berlari-lari
kecil ke arah gue. Gue sungguh tertegun melihat Resti tiba-tiba muncul di
hadapan gue.
“Restiiiii lo ke mana aja
sihhh???Gue telpon nomor lu kaga aktif-aktif dan gue juga kekosan lo, lo ngga
ada.”
“Iya hahaha. Sorry Win,
pas gue nelpon lo, HP gue tiba-tiba mati dan sengaja ngga mau ngecas, gue mau move on dari
Mulyo Win”
“Move on sih move on, lagian
pede amat Mulyo bakal hubungin lo. Orang jadi susah menghubungi lo tau
nggak...huh bocah banget sih” gue mendengus kesal.
“Cie..cie...ada yang
khawatir sama gue. Eh lagian gue nelpon lu berkali-kali pakai HP jadul gue lu
ngga angkat Win. Kemana aja sih, bukannya di telepon balik ”
“Lo telpon gue?ooooh jadi
nomor yang tadi malam itu salah satunya nomor elo?soalnya banyak nomor masuk.”
“Ya ampun tega banget
nomor sahabatnya sendiri ngga di simpen”
“Bukan gitu. Nomor lo
yang satu lagi itu ada di HP gue yang kelindes”
“What kelindes???
Kok bisa sih?”
“Ya bisalah, gue dari
rumah lo taunggak, nyariin lo. Tau-taunya HP gue jatuh dan ngga sengaja
kelindes”
“Sorry Winnn”
wajah Resti tampak memelas.
“Udah ngga apa-apa, bukan
rezeki gue. Eh iya perkenalkan ini temen gue Pandu.” Pandu yang dari tadi
terlupakan segera menyapa Resti dengan senyuman manisnya.
Hari semakin gelap. Resti
kembali bergabung dengan dua temannya dan pamit pulang. Tinggal lah gue dan
Pandu. Susana taman justru semakin ramai. Maklum malam Minggu. Pio masih dalam
genggaman Pandu, hingga ia pun kembali bersuara.
“Win kucing lo lucu
banget ya...hmmm” Pandu berbicara sambil menimbang-nimbang.
“Ya si Matte juga lucu
kok”
“Lo ngga ada gitu niatan
untuk menjual Pio. Lo kasih berapa aja bakalan gue beli deh”
“Apa??? Ya ngga bakalan
gue jual lah, Pio itu kesayang gue tau” gue sempat heran-heran sama
permintaannya dia. Ternyata memiliki seekor Matte belum cukup baginya”
“Ayolah win, kalo engga
gue pinjem deh kucing lo...gue sewa. Gimana?”
“Engga Panduuu...lo kenapa
sih?” tanya gue penuh selidik.
“Ah engga papa, okedeh
kalau gitu. Soalnya Pio lucu banget, gue suka gemes hehehe”
“Lah terus si Matte kan
lucu juga?”
“Iya lucu sih, gue cuma
pingin aja”
Senja berganti malam. Gue
memutuskan untuk pamit dari Pandu. Tadi gue sengaja jalan kaki ke taman,
soalnya letaknya tidak begitu jauh dari kosan gue. Di jalan pulang suara adzan
mulai terdengar dari berbagai arah. Gue terus berjalan menenteng-nenteng pet carrier yang
berisikan Pio. Hingga gue merasa sedikit tidak nyaman. Gue merasa di pantau
oleh seseorang. Sepertinya ada yang mengikuti gue. Gue menapak lebih kencang
hingga akhirnya sampai di rumah.
Minggu pagi gue ngga ada
punya janji, jadi gue memutuskan untuk memandikan Pio. Setelah memandikan Pio,
karena gue belum punya hair dryier jadi
gue memilih untuk menjemur Pio di bawa matahari sembari mengelap-lapnya. Gue
masuk sebentar untuk mengambil parfum dan saat gue kembali tiba-tiba Pio sudah
tidak ada di tempat. Secepat itukah? Gue panik dan segera mencarinya
keman-mana, namun Pio tetap engga ada!
Gue galau bukan kepalang.
Di teras rumah, gue mondar-mandir kaya setrika. Gue langsung teringat sama
gerak-gerik mencurigakan tadi malam. Ada seseorang yang mengikuti gue! Kali aja
dia pelakunya, tapi siapa? Pandu??
Dengan sigap gue coba
menelepon Pandu. Orang yang pertama kali gue curigai karena ia sepertinya
sangat menginginkan Pio. Nomor Pandu tidak aktif. Gue tambah curiga.
Sudah tiga hari saat
kehilangan Pio dan saat itu juga nomor Pandu tidak pernah aktif. Gue dan Resti
udah lelah keliling nyariin Pio dan tanyakin ke rumah-rumah warga serta
beberapa selembaran sudah gue sebar. Sumpah Pio itu benar-benar berharga banget
buat gue.
Di sore hari yang
melelahkan gue pergi ke taman kota. Gue duduk termenung seorang diri. Dari
kejauhan gue melihat seseorang yang ga asing dimata gue . Hey itu Pandu! Gue
melihat Pandu tengah duduk di bangku seraya memangku Pio. Ya ampun...dasar Klepto!!!masih
berani-beraninya dia berkeliaran di sekitar sini. Pencuri tolol. Eh setidaknya
itu justru mempermudah gue menemukannya. Gue langsung kesana dengan langkah
seribu.
“Heiii Pandu!!!” teriak
gue.
“Heiii...Winaaa? apa
kabar?” apa-apaan itu. Nanya kabar gue dan gesturnya normal banget seakan-akan
tidak terjadi apa-apa. Senyumannya itu loh. seluas samudra!
“Lo kenapa ambil Pio dari
gue!!?”
“Loh...bukannya elo udah
jual ke orang lain. Gue aja terkejut saat Pio malah lo jual ke orang lain.
Bukannya jual sama gue huh...lo lagi butuh duit ya sampai-sampai Pio lo jual?”
“Maksud lo? Dan kenapa
gue telepon nomor lo ngga pernah aktif?”
“HP gue kemalingan
Winaaaaa. Gue ngga tau rumah lo di mana dan harapan gue untuk ketemu lo lagi ya
di taman ini dan di Pet Shop”
“Tolong jelasin gue
gimana ceritanya Pio bisa ada sama lo? Gue itu ngga ada jual Pio sama
siapa-siapa! Jelas waktu itu Pio tiba-tiba hilang!”
“Dih serius lo? Jadi gue
beli Pio dari seorang maling?Malah mahal banget dia ngejualnya”
“ Lo masih ingat ciri-ciri
orang itu? Tolong balikin Pio gue!”
“Ngga bisa dong. Gue kan
udah beli dia. Lo harus nebus Pio kalau mau dia kembali, walau sebenarnya gue
berat banget, tapi demi lo apasih yang engga!”
“Lo tau siapa nama orang
yang jual Pio?”
“Ini surat pembeliannya. Untung
gue bawa.” Pandu mengeluarkan secarik kertas dari sakunya dan tertera nama Raka
Kusnandar Pracipto. Nama itu... Nama itu mirip dengan nama Samsudin. Samsudin
Kusnandar Pracipto. Tapi siapa dia?? Kenapa dia? Gue benar-benar kehilangan
akal saat itu.
“Eh itu tuh...ituuuuu!”
Pandu menunjuk-nunjuk seseorang.
“Apaan?”
“Orang itu yang jual
kucing lo ke gue!” Dari kejauhan gue melihat sosok yang mungkin tidak terlalu
asing dimata gue. Seorang laki-laki dengan tompel sebesar bola pimpong di
lehernya. Itu penjaga konter!!! Kenapa dia?!
“Ayo kita kesana Pandu!”
Gue benar-benar naik pitam saat itu. Sesampainya di sana, si penjaga konter
alias Raka Kusnandar Pracipto alias pencuri kucing gue(yang ini kayanya jauh
lebih tepat) tampak menggaruk-garuk kepalanya.
“Heh Raka. Maksud lo apa
curi kucing gue?Nggak pernah dididik sama orang tua lo?”
“Ehhh kalau ngga salah
mbak ini gue pernah liat deh, tapi dimana ya? Kok tau nama gue sih”
“Ngga usah banyak bacot
deh lo. Gue tanya sekali lagi kenapa lo rampas kucing gue!?”
“Oh iya! Gue inget
sekarang! Mbak ini pernah beli pulsa di konter tempat gue kerja!
“Woyyyy!!!” gue
benar-benar hilang kesabaran dan serasa ingin menoyor kepalanya.
“Gue ngga mencuri kucing.
Gue cuma menjual kucing”
“Lo kan yang ngikutin gue
waktu malam-malam dan paginya lo kan yang mencuri kucing gue!!!”
“Engga tuh, gue dapat
kucing ini dari abang gue dan karena gue ngga terlalu suka kucing jadi gue jual
ajadeh. Hasilnya gue bagi rata sama abang gue”
“Siapa abang lo?”
“Si samsu.”
“Samsudin Kusnandar Pracipto??????”
“Eh iya pinter. Kok lo
tau sih?”
“Persetan!!! Ternyata
abang lo yang udah curi kucing gue. Balikin ngga duitnya! Atau gue lapor polisi
dengan delik pencurian barang berharga!!!Lo tau sendirikan scottish fold itu
harganya jutaan!!!”
“Jangan gitu dong mbak.
Gue ngga tau apa-apa soal hal ini. Yang gue tau abang gue ngasih gue kucing.
Dia bilang dapat dari mantannya dan nyuruh gue jual deh...Uangnya masih ada
sama gue, masih utuh belum gue bagi rata sama bang Samsu”
“Bagus!!! Ternyata
rencana abang lo kurang rapi dan dia ngga sempat buat konsensus sama lo. Tidak
ada kongkalikong! Haha bodoh sekali dia!” Seketika gue berdiri dengan kokoh dan
tersenyum menyeringai ala joker. Saat itu Raka berjanji akan mengembalikan
uangnya kepada Pandu dan satu hal yang paling penting. Akhirnya gue bisa
memeluk Pio lagi!
Raka memohon agar
kejadian tersebut diselesaikan secara kekeluargaan saja. Pada saat itu gue
menimbang-nimbang. Rasanya gue benar-benar benci sama Sam, namun gue setuju
sama Raka kalau masalah ini ngga akan gue perpanjang. Deal sampai
disitu. Tapi urusan gue sama Sam belum selesai.
Keesokan harinya saat gue
membuka pintu, terdapat sebuah kotak dan nama pengirim tertera sangat besar
disana. SAM. Gue segera membuka kotak tersebut. Terdapat sebuah bantal
berbentuk kucing. Wajah Pio! Itu wajah Pio! Terdapat surat di bawah bantal
tersebut. Surat permintaan maaf dari Sam dan lusa dia mengajak ketemuan!!!
Di suatu hari yang gue
tunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Gue ketemuan sama Sam. Dia berbicara panjang
lebar memohon maaf atas tindakan konyolnya. Dia memberi gue berlembar-lembar
duit merah.
“lo nyogok gue?”
“Gue ngga tau lagi harus
menebus kesalahan gue gimana Win, tapi tolong jangan perpanjang masalah ini,
gue tau gue bego banget. Pokoknya ambil duit ini dan gue ngga akan ngusik hidup
lo lagi. Gue emang cinta sama lo Win, tapi gue sadar sekarang kalau gue ini
memang egois dan satu hal yang harus lo tau. Bulan depan gue nikah Win. Gue
akan memulai hidup baru. Ini undangan spesial buat lo, kalau bisa lo hadir. “Bagaimana deal? ”
“Deal”.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar